PELAJARAN DI SUBUH HARI

Udara angin subuh masih segar terhirup. Semilir angin itu meruak ke dalam masjid. Di sanalah aku mendapatkan sebuah pelajaran berharga di pagi hari. Sebuah pelajaran mengenai arti penting perhiasan dunia yang sesungguhnya tak berarti. Siratan itu terlihat dari dua orang yang duduk disampingku. Keduanya kukenal. Satunya adalah sosok kaya raya sebagai pengusaha berhasil. Lainnya, seorang petugas masjid yang berasal dari sebuah desa.

Sepintas tak ada yang berbeda dari keduanya. Kecuali, yang kuyakini, mereka sama-sama bertakwa dan selalu berkomitmen untuk salat subuh di massjid. Setelah kuperhatikan seutuhnya dan juga membandingkan dengan semua jamaah di masjid lainnya, aku melihat bahwa momentum subuh memberikan tanda utama tentang tidak pentingya semua perhiasan dunia.

Hampir semua jamaah yang hadir, hanya mengenakan pakaian katun biasa, celana atau sarung. Sebagian lainnya lagi menambahkan dengan kopiah di kepala. Tak ada perhiasan yang melekat pada tangan dan anggota tubuh lainnya. Jas yang super mahal tak terlihat. Sepatu kulit buaya atau dompet kulit rusa, bahkan jam tangan mewah buatan luar negeri tak tampak diantara jamaah salat subuh. Semua tampak alami. Seakan mengingatkan; ini baru subuh, belum kematian yang siap menemani kita dengan selembar kain kafan!

Kalau kita tanya pada saudara-saudara kita yang salat subuh di rumah, pasti lebih tidak berarti lagi perhiasan dunia tersebut. Semua perempuan yang salat subuh, umumnya hanya menggunakan daster di dalam mukenanya. Tak ada yang mengenakan semua perhiasan dan pakaian terbaiknya, apalagi sampai berdandan. Rasanya itu hal yang muskil.

Kalaupun laki-laki salat subuh di rumah, hanmpir bisa dipastikan, pakaiannya adalah yang melekat ketika tidur. Mungkin saja hanya ditambah sarung atau celana panjang yang dipakainya sewaktu tidur. Sekali lagi, tak ada yang istimewa disiapkan pada saat salat subuh.

Tetapi di sinilah pelajaran hidup yang sesungguhnya. Momentum subuh ini kian menebalkan sebuah pesan bahwa semua 'perhiasan dunia' yang kita miliki itu hanya bersifat sementara. Tidak secuilpun harta kekayaan kita bakal dibawa ke liang lahat. Semua 'benda' kesayangan kita itu hanya menjadi titipan sesaat saja.

Meski sesungguhnya kita diajarkan untuk menggunakan pakaian terbaik saat menghadap Allah Sang Maha Pencipta, momentum subuh justru memperlihatkan penanda keimanan kita. Perhiasan dunia bukanlah hal yang penting.

Keyakinanku juga tambah menebal, seseorang yang mencari dunia pasti akan sulit untuk mendapatkan akherat. Sebaliknya, yang dibangunkan oleh subuh dan kemudian berjamaah Insya Allah akan mendapat kemuliaan akherat. Dari sanalah secara otomatis orang yang salat subuh itu bakal mendapatkan kebaikan dunia sekaligus akherat.

Semoga Allah SWT selalu memberikan kebaikan pada setiap langkah kita untuk menuntun ke dalam jalan yang lurus. Sebuah harapan besar tercurah semoga kita semua mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akherat. Dan itu diraih dengan menegakkan subuh

Related Posts:

SETELAH BESAR

Semasa kecil dulu, aku selalu diajari bahwa manusia adalah makhluk hidup istimewah, dibekali akal, juga hati. Saat itu saya hanya berkata iya, tanpa mengerti artinya.
Beberapa hari lalu, aku berada di dalam kereta, cukup ramai. Aku berdiri, menyaksikan sekitar. Di gerbong yang sama, dekat pintu keluar, seorang anak menarik perhatianku. Usianya sepertinya 4 tahun. Rambutnya ikal, wajahnya bersinar, ia menggandeng ibunya.
Seorang penumpang lain mengajaknya bicara. Sang ibu berceloteh riang, menceritakan perkembangan putranya. Tak lama ada penumpang lain yang menyelipkan selembar uang ke dalam genggaman tangan sang anak, kemudian dengan cepat sang anak memasukkannya ke dalam tas selempang yang berada di depan perut sang ibunda, sembari berkata, “bu, ini ada uang untuk ibu”, seolah terbiasa melakukannya.
Di tas selempangnya tersembul sebuah benda yang menarik perhatian, tongkat yang sangat familiar bentuknya. Tongkat dari sebatang besi tipis yang bisa dipanjangkan. Ya, tongkat bagi mereka para tuna netra, termasuk sang ibu.
Beberapa stasiun setelahnya, sang ibu bertanya apakah ia sudah sampai di tujuannya. Ia meminta sang anak melepaskan pegangannya, lalu ia berjongkok, dan melompat turun, semua dilakukannya tepat, sesuai intuisi.
Lalu ia berbalik, mengangkat tangannya, siap menggendong sang anak turun. Tangannya menggapai-gapai di udara, sang anak tidak ada, lalu tak lama sang anak menggapai tangannya dari bawah. Penumpang lain telah membantunya turun, tanpa sang ibu tahu. Keduanya bergandengan, tersenyum, lalu pergi. Mereka pergi dengan membawa serta doa dan harapanku.
Semoga, walaupun apa yang kumintakan cukup mustahil, agar beliau mampu melihat seluruh warna di dunia dengan utuh. Apabila tidak, pintaku, agar sang anak dapat menjadi warna tersendiri bagi sang ibu yang hanya mengetahui satu warna dalam hidupnya.
Sungguh tak terbayangkan keinginan sang ibu untuk melihat rupa sang anak, melihat gambar pertamanya, tulisan tangannya, angka di rapornya, warna kesukaannya, semua.
Tuhan, terima kasih telah mengingatkanku dengan berbagai cara. Setelah besar, aku baru mengerti bahwa melihat bukan berarti peduli. Bahwa mendengar tak sekedar mengetahu. Bahwa berbicara tak sepatutnya saling menyakiti. Bahwa pergerakan tak boleh saling melukai. Setelah besar, aku baru tahu fungsi hati sebagai pembeda manusia dengan makhluk yang lain. Setelah besar, aku baru benar-benar paham bahwa hati itu ada, dan seharusnya digunakan, karena segala yang dilakukan panca indera tanpa hati akan kehilangan makna.
Setelah besar, ya, setelah besar …

Penulis : Andara sabil

Note : seseorang tidak akan pernah dapat meraih sebuah batu yang telah di lemparnya ke lautan. "misbahul muhamad ja"


Related Posts:

Terima Kasih Untukmu, Lelaki yang Pernah Menawarkan Masa Depan Tapi Tiba-tiba Mundur Tanpa Kata.

Pagi masih setia datang tepat pada waktunya dan senja juga selalu datang dengan setiap keindahannya. Selama beberapa hari sejak kamu pergi, tak ada satu hal pun yang berubah. Rutinitasku juga masih aku lakukan, sama persis seperti saat kamu masih di sini. Semua masih tetap sama. Hanya saja, tak ada lagi sapa selamat pagi darimu saat menjemputku di pagi hari. Tak ada lagi batang hidungmu yang muncul di ruang kerjaku saat datangnya waktu makan siang. Tak ada lagi tawa renyah kita saat bercerita di makan malam sepulang dari mengais rupiah. Dan tak ada lagi senyum yang selalu aku lihat setiap malam saat kau mengantarkanku di depan rumah.
Aku menulis ini bukan karena merindukanmu atau mengharap kau untuk kembali. Rinduku seakan sudah pergi tak berjejak. Harapan-harapan yang sempat membuncah juga sudah terbang entah kemana. Rasa yang pernah meluber juga sudah menguap dan menghilang begitu saja. Hatiku sudah jauh lebih baik. Mataku sudah sangat terbiasa tanpa melihatmu. Telingaku sudah lebih nyaman tanpa kicaumu. Hidungku sudah tak lagi mencari aroma tubuhmu. Bibirku sudah tak tertarik lagi menyebut namamu. Kulitku menjadi lebih halus tanpa sentuhan tanganmu. Kau tau itu artinya apa? Artinya hidupku menjadi lebih sempurna tanpa kehadiranmu.
Dengan segala rasa nyaman yang aku dapatkan sekarang, aku hanya ingin berterima kasih padamu. Terima kasih atas segala bahagia yang pernah kau berikan padaku. Terima kasih atas setiap jengkal hari yang sudah pernah aku lewati bersamamu. Terima kasih atas tawa yang selalu kau hadirkan di setiap kebersamaan kita. Terima kasih atas pelukan hangat yang selalu kau berikan setiap aku merasa gundah. Terima kasih atas perhatianmu yang selalu tercurah untukku. Terima kasih sudah pernah menawarkan masa depan padaku.
Tak sedikitpun ada rasa menyesal di hatiku pernah bertemu dan mempunyai cerita hidup bersamamu. Mengenalmu, menjalani hari-hari bersamamu, merasakan membuncahnya rasa ketika kamu melamarku, dan menikmati repotnya mengurus persiapan pernikahan kita adalah lukisan pelangi yang pernah kau buat dalam hidupku. Terima kasih. Terima kasih sudah melukis pelangi terindah dalam hidupku walau akhirnya aku tak pernah menikmati indahnya.
Hidupmu mungkin saja jauh lebih bahagia tanpa aku karena tak ada lagi suara cempreng yang selalu mengingatkanmu untuk ini dan itu. Hidupku sekarang tentu saja lebih bahagia tanpamu karena tak ada lagi lelaki yang menawarkan kebahagiaan semu padaku. Kau sudah pernah memilih bahagiamu bersamaku dan aku juga sudah pernah menerima tawaranmu untuk hidup menua bersamamu. Dan sekarang, kamu sudah memilih bahagiamu dengan mundur dari penawaran menjalani masa depan bersamamu, beberapa belas hari sebelum hari sakral kita. Aku harap, aku sangat berharap, kau tak salah jalan memilih bahagiamu untuk mundur dari cerita kita ini. Karena satu hal yang perlu kau tahu, kau tak akan pernah bisa kembali ke jalan saat masih ada kita. Setelah kau memutuskan untuk pergi, jalan itu sudah aku tutup, aku gembok, dan kuncinya aku buang.
Dan hai kamu lelaki dengan hiperkolesterol dan hiperurisemia. Sekali lagi aku ingin mengucapkan terima kasih. Kedatanganmu di hidupku sudah merubah persepsiku tentang laki-laki. Kepergianmu di hidupku juga sudah membuat aku belajar banyak hal, terutama tentang tanggungjawab, komitmen dan sebuah konsistensi. Terima kasih sudah mengajarkanku tertawa saat menangis. Terima kasih sudah membuatku merasa dihargai sebagai wanita. Terima kasih telah memperlakukanku seperti seorang putri raja. Terima kasih sudah menjagaku dengan penuh rasa sabar. Terima kasih sudah selalu ada setiap aku membutuhkanmu. Berbahagialah. Semoga memang dia satu-satunya sosok yang kau cari hingga kau bersedia untuk menyakiti hati dan menginjak-nginjak harga diri seorang gadis sekaligus seluruh keluarga besarnya. Terima kasih sudah memilihkan jalan ini untuk aku jalani. Terima kasih sudah memberikanku kesempatan untuk mendapatkan cinta yang lebih besar dari cintamu di masa depanku nanti. Terima kasih sudah memberikan pengalaman berharga yang bisa aku ceritakan pada anak laki-lakiku nanti tentang bagaimana harusnya seorang laki-laki bersikap. Terima kasih, karena dengan kepergianmu, itu artinya kau memberikanku kesempatan untuk mendapatkan sesosok laki-laki yang jauh lebih baik, lebih membawaku dekat dengan Rabb-ku, lebih menghargai aku, lebih bertanggungjawab, lebih menjaga komitmen, lebih konsisten, lebih setia, lebih menjaga kehormatan, lebih bisa menerimaku dengan bawelku, lebih bisa diajak berpikir ke depan dan tidak pernah berpikir tentang sebuah tuntutan, menuntut dan dituntut.
Aku tak pernah mendoakan hal-hal buruk terjadi di hidupmu. Aku hanya ingin mengingatkan saja, lebih berhati-hati lagi dalam bertutur kata, bersikap dan bertindak. Karena sebab akibat selalu ada. Karena hukum tanam tuai juga masih belum punah. Dan karena Tuhan selalu melihat apa yang kita perbuat. Sekali lagi, terima kasih. Karena dengan caramu ini, aku menjadi semakin yakin bahwa Tuhan memang sangat menyayangiku sehingga DIA menjauhkanku dari hal yang tidak baik untuk hidupku dan aku percaya, DIA akan menggantikan dengan hal yang baik untuk hidup dan masa depanku kelak.
Selamat berbahagia dengan jalanmu. Semoga peluknya memang jauh lebih hangat,.
Salam dari aku,
Gadis yang kadangkala masih merasa rapuh, tapi sudah tak lagi menangis ketika menulis ini.,
(Penulis. Yualeny Valensia)


Note : Menggunakan waktu adalah seni yang di butuhkan keahlian khusus untuk menjadikanya sebuah mahakarya "MiMu16"

Related Posts: